SAKURA

NOVEL POPULER
SAKURA
Oleh : Nova Ayu Maulita
Akankah cinta yang telah ku titipkan pada sakura, berakhir lara?

Sakura, novel ini menyuguhkan persoalan sosial lintas negara (Jepang dan Indonesia) dengan perspektif  yang cukup unik. Ia menggambarkan karakter berdasar dari “manusia bangsa” sebagai produk budaya yang dihasilkan dari lingkungan dimana mereka dilahirkan. Kirana, tokoh utama yang melambangkan perempuan muslim asal Indonesia, diceritakan menempuh program pertukaran mahasiswa di Jepang selama satu tahun. Mau tidak mau dia harus bersentuhan dengan berbagai agama dan latar belakang negara. Simbol-simbol keagamanaa dan kenegaraan muncul lewat  beragam tokoh yang menyertai tokoh utama.

Persahabatan tulus dan penyatuan konsep-konsep antarmanusia tanpa pertentangan keras, telah melahirkan sebuah empati dan kesadaran tersembunyi tentang bagaimana nilai-nilai Islam bisa “merahmati”, dan melintasi setiap persoalan tanpa harus ada pemaksaan benar-salah atau kalah-menang. Kirana, tokoh utama novel ini sekali lagi adalah simbol. Simbol itu kemudian dikembangkan dalam meretas persoalan-persoalan rumit tanah air.

Yogyakarta, tanah kelahiran Kirana. Setahun lamanya hidup di Jepang dengan segala hal ke-Jepang-an membuat kepulangannya ke kota pelajar ini begitu istimewa, meski lain sisi terasa begitu berat meninggalkan Negeri Sakura yang begitu banyak menyimpan cita, cinta dan harapan bagi Kirana. Pada haru-nya telah ia titipkan cinta dan harapan, tentang rasa yang entah sejak kapan tumbuh dalam hatinya selama setahun ini, rasa yang mengikatnya dengan negeri itu juga dengan makhluk yang terlahir di tanahnya, makhluk yang menyandang nama Takayama Hiro, tutor-nya selama program pertukaran di Tokyo Gaikokugo Daigaku. Pun tentang harapan, suatu hari, entah kapan ia ingin kembali pada suatu haru untuk mengambil kembali apa yang ia titipkan pada putih mahkota sakura. Harapannya, sekaligus janjinya pada Hiro dan sahabat-sahabat antarbangsanya; Voleak, Grace, Andres, Wahib dan Sandra.

Siapa bilang semua harapan akan menempuh jalan yang mulus? Sekembalinya ke tanah air, Kirana harus menyelesaikan kuliahnya, mengurus GARIS, sebuah lembaga swadaya masyarakat, dan mendampingi orangtuanya di desa. Kepulangannya ke desa, memicu keinginan orangtuanya untuk segera menimang cucu. Ayah tercintanya menjodohkan Kirana dengan anak dari sahabat lamanya, Ridwan, dan terpaksa ia terima lantaran baktinya kepada orangtua.

Semain lama, harapan Kirana terhadap pertemuan kembali dengan Hiro dan sahabat-sahabatnya selama di Jepang, makin goyah. GARIS menyita banyak perhatian Kirana, apalagi ketika LSM tersebut terancam dibubarkan. Kemudian kehadiran Chandra, aktivis mesjid, yang diam-diam menelusup relung hatinya. Membuat Kirana semakin tidak yakin, akankah cinta yang telah ia titipkan pada sakura, kembali mekar? Kegagalan pernikahannya dengan Ridwan yang menyimpan luka. Hingga kembalinya Kirana ke Negeri Sakura.

Pada akhirnya di Negeri Sakura jugalah Kirana menemukan semua jawaban atas setiap masalah yang selama kurang lebih tiga tahun ia alami. Perihal pendidikannya, dakwahnya, bahkan jodohnya. Di Negeri Sakura inilah akhirnya, Kirana Anggraeni, merajut kembali mimpinya yang sempat sirna, menyusun kembali kepingan-kepingan harapannya yang tercecer, menyusun dan menata masa depannya. Harapannya bertemu Hiro, janjinya pada sang tutor untuk datang pada suatu haru lagi, janjinya pada sahabat-sahabatnya untuk bersua kembali di Negeri Matahari ini, serta menjemput kembali cinta yang dulu ia titipkan pada mahkota sakura, sudah ia laksanakan, sudah ia penuhi. Karena segala hal harus dipilih pada akhirnya. Menjadi indah pada waktunya, itu sudah janji dari-Nya. Ya, pada akhirnya, cinta yang Kirana jemput tetap mekar, tetap indah, seperti haru. Haru di tempat yang sama, rasa yang sama, cita yang sama, senyum yang sama, meski berbeda. []

Komentar

Postingan Populer