I'm Not Alone

Tokoh dan penokohan :
Feera                     : gadis yang minder terhadap dirinya sendiri
Dina                      : ketua genk “Diva”
Aneu                     : teman Dina yang centil
Tria                        : teman Dina yang agak tulalit
Rendy                   : teman lama yang di lupakan Feera
Anna                     : murid baru di kelas Feera
Bu Siska                : guru BK di sekolah Feera


“I’m Not Alone”
Adegan I
Feera adalah seorang gadis pendiam, selain itu dia juga tertutup. Sunyi adalah dunianya. Sendiri menjadi bagian hari-harinya. Ada yang membuatnya takut untuk mempunyai seorang teman. Dia selalu menghindar dari orang-orang. Sikapnya yang demikian menjadi bahan olok-olok bagi sebagian temannya. Mereka adalah; Dina, Aneu dan Tria. Ketiga “Diva” sekolah ini cukup ketakutan jika posisi mereka sebagai peraih The Best Three di peringkat paralel sekolah tergerser oleh Feera, si mata empat yang sangat tulen ini. Oleh sebab itu dengan memanfaatkan kondisi mental Feera yang seperti itu, mereka berusaha membuat Feera kacau.
Pagi itu Feera baru saja tiba di kelas.
(BRUKKKK! Dina dengan sengaja menabrak Feera yang berjalan tertunduk. Feera terduduk jatuh, bukunya berantakan di lantai)
Dina       : “Uppss... Sorry” (dengan nada dan seringai mengejek)
(Kemudian... Rendy datang hendak masuk kelas, tapi langkahnya tertahan, dia mengamati keributan ini dari dekat pintu)
Aneu      : (membuka kipas ditangannya, lalu merunduk ke wajah Feera) “Makanya, kalau jalan pake mata. Gak cukup ya, punya mata empat?”
Tria        : “Heu’eum-heu’eum” (melintir-lintir kerudungnya)
Dina       : “Lain kali hati-hatinya!” (mengacak-acak kerudung Feera lalu berlalu keluar ruangan, sejenak berhenti ketika berpapasan dengan Rendy di pintu)
Aneu      : (mengangkat dagu Feera) “Tolol!” (keluar mengikuti Dina)
Tria        : (melirik Dina, Aneu yang keluar  dan Feera bergantian) “Loh, kok aku di tinggal? Heyy, tunggu aku!” (lari menyusul Dina dan Aneu)
Feera menatap buku-bukunya bergantian dengan sedih. Ia menangis. Rendy masih dalam posisinya, dia menatap gadis di depannya. Ada keinginan untuk menghampiri Feera tapi dia takut Feera akan ketakutan dan lari dari hadapannya seperti sebelum-sebelumnya.
Rendy membatin, Suatu hari nanti...kamu harus tahu, kamu gak sendiri.. hanya saja..
Rendy      : (menarik nafas panjang) “Hmm”
KRIINGG.. bell masuk berbunyi. KBM di kelas pun berlangsung seperti biasanya hari itu. Jam istirahat Rendy mendapat panggilan dari Bu Siska di BK.
Rendy      : (mengetuk pintu) “Assalamu’aikum”
Bu Siska: “Masuk! Silahkan duduk. Hmm.. Rendy..”
Rendy      : “Maaf bu, apa ini soal Feera?” (raut penasaran)
Bu Siska  : (tersenyum tipis dan mengangguk) “Saya mengunjungi rumahnya kemarin dan mengobrol cukup banyak dengan ayahnya.”
Rendy      : “Apa yang sebenarnya terjadi, Bu?”
Bu Siska  : (menghela nafas berat) “Kamu benar, empat tahun yang lalu ketika Feera pertama kali pindah ke sini. Feera mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia kehilangan sebagian memory masa lalunya. Dan trauma yang di alaminya cukup berat, hal itu rupanya yang membuat Feera selalu menghindar dari orang-orang sekitarnya.”
Rendy      : “Jadi..? Aaaaargghh, Feera kecelakaan. Dia benar-benar tidak mengingat saya. Ssa..saya.. ” (menunduk, berpikir) “Saya pikir.. dia..ddiia.. pura-pura melupakan saya.. dan..”
Bu Siska  : “Rendy, saya yakin tidak ada seorang pun yang mau melupakan sahabatnya. Tidak ada seorang pun yang tidak ingin hidup tanpa sahabat.”
Rendy      : “Bodoh sekali saya.” (meremas-remas kepala)
Bu Siska  : “Setidaknya sekarang, kalian ada di tempat yang sama. Keberadaan kamu bisa membantu penyembuhan Feera. Pasti tidak enak, hidup bertahun-tahun tanpa mengingat apapun yang terjadi sebelumnya.”
Rendy      : “Tapi, saya gak yakin, Bu. Beberapa bulan ini, Feera kelihatan semakin ketakutan melihat saya.”
Bu Siska  : “Kamu menyerah?”
Rendy      : (menggeleng lalu tersenyum getir) “Terima kasih banyak, Bu.”
Bu Siska  : “Iya, sama-sama.”

Adegan II
Hari itu di kelas, Bu Siska datang dengan seorang murid baru.
Bu Siska  : “Selamat Pagi, anak-anak.”
Murid       : “Pagi, Bu.”
Bu Siska  : “Oke, hari ini kalian mendapat teman baru. Silahkan, perkenalkan diri kamu!”
Anna        : (mengangguk) “Terima kasih. Hai, saya Devanna. Kalian bisa panggil saya Anna. Saya dari Bandung.”
Dina         : (angkat tangan) “Hmm, Devanna, korban perceraian ya? Ikut sama siapa kesini?” (tersenyum sinis)
Bu Siska: (sedikit kesal)  “Ekheum, mulutnya!”
Dina         : (memalingkan muka)
Anna        : (tersenyum) “Orang tua saya tidak bercerai, sekarang mereka berdua ada di Bandung. Saya di sini bersama nenek, kakek saya meninggal beberapa bulan yang lalu. Saya gak tega melihat nenek sendirian, makanya saya pindah.”
Bu Siska  : “Baik, sepertinya untuk pertanyaan lainnya bisa kalian tanyakan nanti. Silahkan Anna, eumm..” (celingak-celinguk mencari bangku kosong. Berjalan menuju bangku Feera) “Ekheum..Feera?”
Feera        : (khusyuk menulis)
Bu Siska  : “Feera?”
Feera        : (tetap khusyuk menulis)
Bu Siska  : (nada agak tinggi) “FEERA!”
Feera        : (tersentak kaget) “Ii..ii..iiyya.”
Bu Siska  : (tersenyum) “Bangku sebelah kamu kosong, boleh Anna duduk di sana?” (menunjuk bangku di samping Feera)
Feera        : (menatap Bu Siska polos, lalu menengok ke bangku di sampingnya dan mengangguk)
Bu Siska  : (tersenyum) “Silahkan duduk Anna.”
Anna        : “Terima kasih, Bu.”
Bu Siska  : “Baik, terima kasih atas perhatiannya. Saya harap kalian bisa membantu Anna untuk beradaptasi di sini. Semoga hari kalian menyenangkan. Assalamu’alaikum.”
Murid       : “Wa’alaikumsalam”
Kedatangan dan kehadiran Anna memberikan sebuah kemajuan dalam diri Feera yang menjadi teman sebangkunya. Feera tidak lagi menghindar dan mulai mau berinteraksi, meski belum banyak bicara. Rendy pun memanfaatkan hal ini, keberadaan Anna lagi-lagi melancarkan usaha Rendy untuk mendekati kembali Feera. Suatu hari, sepulang sekolah Anna, Rendy dan Feera belajar bersama di kelas.
Rendy      : “Ternyata gini doang matematika. Haha coba dari dulu aku bisa. Thanks ya, udah di ajarin.”
Feera        : (tersenyum tipis lalu mengangguk)
Anna        : “Eh..eh.. Pancasila lima dasar yuk!” (mengulurkan tangan ke tengah meja)
Rendy      : “Boleh-boleh.. nostalgia.. iya gak? Haha” (mengulurkan tangan seperti Anna)
Anna        : “Feera? Ayo!”
Feera        : (menunjuk diri dengan pensil di tangannya) “Aa..kku?”
Rendy      : (menarik tangan Feera) “Ayo! Kamu kan jagonya.” (terdiam)
Rendy menyadari ucapannya yang spontan. Dia benar-benar berharap Feera akan baik-baik saja. Khawatir.
Feera        : (menatap Rendy bingung) “Jja...jaggo?”
Rendy      : (tersenyum) “Ayo mulai.”
Anna & Rendy  : “Pancasila lima dasar!”
Anna        : “A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N...N, N ...aku..aku!”
Rendy      : “Apa?”
Anna      : “Yang suka Feera lakukan kalau lagi senggang? Nonton film sambil ngemil.. iya kan, iya kan?”
Feera      : “Hahaha”
Anna      : “Kamu Ren?”
Rendy    : (tersenyum) “Pasti nulis.”
Feera      : (kaget, antara bingung dan mengingat sesuatu)
Anna      : “Oh iya iya, nulis-nulisin tembok saking gak ada kerjaannya, iya kan? Haha”
Semua    : (tertawa)
Anna      : “Sudah-sudah, ayo lanjut-lanjut.”
Semua    : “Pancasila lima dasar!!”
Feera      : “A, B, C, D..D..D..”
Anna      : “Aku..aku..!”
Rendy    : “Ahh.. bosen.”
Anna      : “Sirik!” (menjulurkan lidah) “Lagu favorit! Dansa yok dansa.. hari ini hari yang bahagia, hari ini untuk suka ria..Asyik! haha”
Feera      : “Aku... Dan kau lah di saat tangis dan tawaku, engkau ada dan t’lah menangkan hatiku. Semua cinta yang telah kau beri, yakinkan aku tuk bermimpi dan kemenangan ini milik kita. Yye..hehe” (tepuk tangan)
Rendy    : (bengong) “Feera. Kamu..”
Feera      : “Eumm?” (heran lalu menunduk malu)
Anna      : “Waw. Aku apa ya? Eum.. aku kalah aku kalah deh.. haha”
Feera & Rendy: (mencubit tangan Anna lalu tertawa)

Adegan III
Ke esokan harinya.. pagi-pagi Dina, Aneu dan Tria kembali dengan aksinya
(BRAAGGGG.. Dina melempar 3buah buku di meja Feera yang tengah sibuk menulis diary)
Feera      : (kaget, mengangkat kepala)
Dina       : “Kemarin kami pulang malam abis latihan dance buat lomba lusa. Jadi..”
Aneu      : “Kita cape, pegel-pegel. Istirahat, ketiduran deh.”
Tria        : (dengan nada manja) “Kerjain PR kita ya?”
Dina       : (narik tangan Tria)
Tria        : “Ihh.. Dina apa-apan sih? Kan mau ngerjain PR kita masa harus di marah-marahin.”
Dina & Aneu     : (gemes) “TRIAAAA!!!”
Dina       : “Hmm.. pokoknya kerjain PR kita! Kalau nggak..” (menjambak rambut Feera) “..kamu tahu sendiri akibatnya!” (melepaskan jambakan dengan kasar)
(Dina, Aneu dan Tria beranjak keluar)
Feera      : (merintih) “Kkkaa..kkalian..”
(Ketiganya menoleh)
Feera      : (gagap) “Kka..kaalian.. kerjakan saja dulu. Nan..nanti kalau ada yang kurang ngerti, aku bantu.”
(Mereka kembali menggebrak meja Feera)
Dina       : (mengangkat dagu Feera) “Lo mulai blagu ya?”
(Rendy dan Anna datang dan langsung menghampiri Feera)
Rendy    : (teriak sambil jalan) “FEERA!”
(Dina, Aneu, Tria dan Feera menoleh serentak)
Feera      : “Rendy.. Anna.”
Anna      : (melepaskan tangan Dina dari Feera) “Apa-apaan kamu?!”
Aneu      : “A..aahh.. jadi karena mereka kamu jadi berani sama kita gitu?”
Rendy    : (marah) “Aneu, Cukup! Kenapa sih kalian nggak ada kapoknya ngerjain Feera? Salah apa dia sama kalian hah?! Kalian pikir dengan memperlakukan dia kayak gini kalian bisa tetap bertahan di peringkat paralel? Kalian salah! Lihat saja nanti, Feera yang akan ada di peringkat paling atas.”
Dina       : “Apa? Feera? Si empat mata ini? Dia peringkat atas?”
Dina, Aneu & Tria         : “NOO.. WAY!!”
Rendy    : “Mungkin selama ini Feera terus mengalah untuk kalian. Dia rela mengorbankan prestasinya hanya untuk kepentingan kalian. Dia mengerjakan tugas-tugas kalian semalam suntuk. Dia menjawab setiap ulangannya asal-asalan hanya untuk membuat kalian tetap mendapat nilai terbaik. Kalian membuat semua orang menjauhinya, padahal dia sangat membutuhkan kalian. Kalian membuat dia ketakutan berinteraksi dengan orang-orang. Kalian tidak tahu, betapa tersiksanya dia, kalian tidak tahu betapa sakitnya dia. Kalian tidak tahu! KALIAN TIDAK TAHU!!”
Feera      : (sakit kepala, merintih sakit) “AAArrgghhhh! Ini.. aakkuu..”
Anna      : (menghampiri Feera) “Feera!”
Rendy    : “Kalian... tidak pernah mengerti. Bagaimana rasanya lenyap dalam masa lalu dan di tolak masa depan. KALIAN TIDAK MENGERTI”
Feera      : (semakin merintih sakit) “AAHHHHH!! EUUrrggHHH!! Kenapa? Ini..”
Anna      : (menghampiri Rendy) “Rendy, Feera Ren. Sudah cukup!”
Dina       : (mendorong Anna dan Rendy) “Gue nggak ada urusan sama kalian! Cabut guys.”
Aneu & Tria : “Yyuuuk!”
Dina       : (menjambak rambut Feera) “Lo! Urusan kita belum selesai. Awas aja kalau lo berani macam-macam.”
Feera      : (menangis) “Aaargghh..”
(Dina melepaskan jambakannya dengan kasar sehingga Feera tersungkur jatuh dan kepalanya terbentur tembok)
Rendy      : (teriak) “FEERAAA!!”
Anna        : (lari ke arah Feera) “Feera.”
Tria          : (gugup) “Adduhh.. Din gimana nihh.. kalau dia mati gimana?”
Aneu        : “Lo jangan bicara yang nggak-nggak dong!”
Dina         : “Cabut!”
(Mereka bertiga pun keluar kelas)

Adegan IV
Feera tidak sadarkan diri. Anna dan Rendy panik. Mereka kebingungan harus berbuat apa.
Anna        : “Rendy, kita harus Feera bawa ke rumah sakit.”
Rendy      : “Iya, iya. Aku telepon ambulance.” (pergi ke luar mencari sinyal)
(Rendy kembali)
Anna        : “Bagaimana?”
Rendy      : “Semua ambulance sedang keluar.”
Anna        : “Jadi?”
(Feera sadar, seperti tidak terjadi apa-apa. Dia lebih terlihat seperti baru bangun tidur)
Feera        : “Hmm..”
Anna        : “Feera.”
Feera        : (membuka mata perlahan)
Rendy      : “Rara...”
Tanpa sadar Rendy memanggil Feera dengan nama kecilnya.
Feera      : “Aakku..(menangis histeris) akkuuu.. tidak.. heu.. tidakk .. pergi! Pergi! Jangan ganggu aku.. pergi! Pergi...” (menangis tersedu memeluk lutut)
Anna      : “Feera.. Ini aku.. Anna... aku nggak akan mengganggumu. Aku temanmu.”
Rendy    : “Anna, aku pernah bercerita soal ini kan?”’
Anna      : (mengangguk)
Rendy    : “Rara.. Ini aku.. sahabat kecilmu, ingat?”
Feera      : (geleng-geleng kepala) “Akku.. akku.. tidak! TIDAK! Aku gak punya teman.. aku gak punya sahabat.. aku gak punya.. nggak.. ”
Rendy    : “Rara...”
Feera      : (menunjuk Rendy) “kkaamu... kamuu.. kaamuu JAHAT!! Kamu pergi!!”
Anna      : “Feera..”
Feera      : (menoleh ke arah Anna) “Tidak!! Tidak!.. jangan .. jangan.. jangan ganggu aku.. pergi!! Aku gak punya teman, aku gak punya.. aku gak punya sahabat... hahahaha (tertawa sambil nangis) akuu ahaha.. aku sendiri.. heu.. sepi.. jahat.. sendiri..”
Anna      : (memeluk Feera, menangis) “Kamu gak sendiri..”
Feera      : “Sendiri...”
Anna      : “Kamu nggak sendiri..”
Feera      : (kepala sakit, merintih) “Arrggghh.. pergi!!!”
Rendy    : “Rara.. Aku nggak akan pernah lari meninggalkanmu.. beranjak sedikit pun tak pernah terlintas.. aku masih di sini...” (menangis)
Feera      : (merintih) “Arrgghh..”
Feera & Rendy  : “Aku masih ada.”
Rendy    : “Raa.. kamu..”
Feera      : “Siapa kamu sebenarnya? Kenapa? Kenapa selalu kamu?”
Rendy    : “Aku..”
Anna      : “Rendy..” (menggelengkan kepala)
Rendy    : “Nanti juga kamu tahu sendiri” (tersenyum)
(Feera menatap Rendy dan Anna bergantian, tanpa sengaja ia menemukan hal aneh lagi dalam diri Rendy.)
Feera        : “Iii...iitu.. gelang itu.’
Rendy      : (melihat gelang dan Feera bergantian)
Feera        : (kepalanya kembali sakit) “Ahhh”
Anna        : “Feera”
Kepala Feera terasa berdenyut semakin sakit. Tapi perlahan, dia mulai mengingat kembali masa lalunya. Memorynya terus memutar setiap kejadian-kejadian itu. Termasuk soal Rendy.
Feera        : “Ddii...dii.. kkamu.. Didi?”
Rendy      : “Kamu ingat?”
Feera      : “Gelang itu, aku punya pasangannya.” (mengambil satu gelang lain di sakunya)
Rendy    : (terharu) “Alhamdulillah..”
Feera      : (ikut terharu) “Anna..” (menatap Anna) “Terima kasih.. kamu sudah mau sabar untukku.”
Anna      : “Sama-sama..” (memeluk Feera)
Rendy    : “Ra..”
Feera      : “Terima kasih.. kalian” (menatap Anna dan Rendy bergantian) “..Kalian membuat aku sadar.. aku tidak sendiri.. Rendy, aku memang belum sepenuhnya mengingat semua tentang kamu.. Tapi, aku senang kamu tidak pernah pergi.”
Rendy    : (tersenyum dan mengangguk)
Persahabatan, tak bisa dinilai oleh apapun. Dia tidak memilih, tapi dipilih. Dia tidak di undang, tapi hadir dengan sendiriya. Dia pernah pergi dan tidak akan pernah lari. Sahabat ada dan akan selalu ada. Di sampingmu, tanpa kamu sadari.
---The End---

Komentar

Postingan Populer