Turunnya
Islam dalam kehidupan ini paling tidak memiliki dua tujuan, sebagaimana
terdapat di dalam Al Quran yaitu sebagai rahmat bagi semesta alam dan
untuk memperbaiki akhlak manusia melalui media dakwah yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad saw. Dan inti dari kedua tujuan tersebut pada
dasarnya adalah sama, yaitu untuk memperbaiki kehidupan umat manusia di
dunia dan akhirat.
“Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya : 107)
“Bahwasanya aku diutus Allah swt untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad)
Mengingat tujuan diturunkannya Al Islam yang begitu tinggi dan mulia,
sementara Allah swt tidak akan menurunkan hidayah kepada seluruh manusia
serta merta (spontan), sebagaimana telah diturunkan kepada para
Nabi-Nya, maka dakwah pun memiliki peranan yang sangat besar. Dakwah
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw sepanjang hidupnya merupakan satu
sejarah perjuangan yang sangat panjang dan penting. Melalui dakwah
beliaulah, akhirnya Islam dengan segala ajarannya dapat diteriman oleh
umat manusia, terus berkembang, dan akhirnya menjadi satu agama dengan
pengikut yang terbesar di dunia.
Perjuangan Nabi Muhammad saw
dalam menyebarkan ajaran Allah swt bukanlah sebuah perjuangan yang
mudah. Sebaliknya, ia adalah perjuangan yang teramat berat yang
kemungkinan besar tidak akan mampu ditempuh oleh orang-orang atau bahkan
Nabi-Nabi selain beliau. Beliau harus menghadapi orang-orang yang luar
biasa liciknya, orang-orang yang kejam, orang-orang yang ingin
membunuhnya, dan para penguasa yang zalim, hingga kerasnya medah dakwah
pun sempat menjatuhkan gigi beliau. Berbagai hinaan, cacian, makian,
fitnah, sumpah serapah, dan ejekan pun harus beliau terima, hingga ludah
hinaan pun sempat mendarat di wajahnya. Luar biasanya, semua itu beliau
lalui dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Seolah beliau tidak
merasakan beban dan perjuangan yang sangat berat tersebut.
Ketika matahari tengah teriknya, Nabi Muhammad saw mendatangi kota Thoif
untuk mengabarkan bahwa tiada Tuhan selain Allah swt. Namun apa yang
terjadi? Sebelum beliau selesai menyampaikan risalahnya, langsung saja
para penduduk Thoif melempari beliau dengan batu. Nabi Muhammad saw pun
berlari dengan menderita luka cukup parah. Giginya patah dan berdarah
terkena lemparan batu.
Malaikat Jibril pun segera turun dan
menawarkan bantuan kepada Nabi Muhammad saw. Malaikat Jibril berkata,
"Wahai kekasih Allah, apa yang kau ingin aku lakukan terhadap mereka.
Jika kau mau aku akan membalikkan tanah yang menopang mereka sehingga
mereka hilang tertelan bumi?"
Andaipun Nabi Muhammad saw
menyetujui tawaran Malaikat Jibril tersebut, niscaya habislah sudah
kemaksiatan dan kejahatan yang ada di muka bumi ini dalam sekejap dan
selesailah beban beliau. Dan andaipun Nabi Muhammad saw menyetujui
tawaran Malaikat Jibril tersebut, mungkin secara logika pun itu adalah
hal yang wajar. Namun tidak demikian bagi beliau, Nabi Muhammad saw
kemudian menjawab:
"Jangan wahai Jibril. Mereka melakukan itu
karena mereka belum tahu. Mungkin hari ini mereka menolak ajaranku, tapi
aku berharap anak cucu mereka di kemudian hari akan menjadi pengemban
risalahku."
Luar biasa memang akhlak Nabi Muhammad saw, dalam
terpaan hinaan, cacian, fitnah, sumpah serapah, dan ejekan, salah satu
metode dakwah beliau yang paling mendasar dan menyentuh tidak pernah
terlupakan. Kehangatan senyum senantiasa membasahi bibir beliau dalam
aktivitas kehidupan dan dakwahnya. Senyum yang akan menyejukkan setiap
mata yang melihatnya. Senyum yang senantiasa menggetarkan hati para
sahabat dan umatnya. Senyum itulah yang selalu menghiasi menu pembuka,
menu utama, dan menu penutup dalam dakwah Nabi Muhammad saw.
Dari Jabir ra., ia berkata, "Sejak aku masuk Islam, Rasulullah saw tidak
pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku kecuali beliau
pasti tersenyum kepadaku." (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak salah
memang jika Aisya ra. menggambarkan bahwa akhlak Nabi Muhammad saw
adalah Al Quran. Bahkan dengan perlakuan kasar dari orang-orang yang
hendak ia selamatkan dari murka Allah swt pun beliau senantiasa
menunjukkan kesabaran dan keikhlasannya, dengan senyum yang senantiasa
menghiasai bibirnya yang selalu terisi oleh kata-kata mulia.
Ketika Aisyah RA ditanya tentang akhlak Nabi Muhammad saw, ia menjawab: “Akhlaknya adalah Al Quran.” (HR,.Ahmad dan Muslim)
Marilah sejenak kita perhatikan kisah berikut yang menunjukkan betapa
Nabi Muhammad saw tak pernah lelah atau pun enggan untuk tersenyum.
Anas bin Malik bertutur: “Suatu hari aku berjalan bersama Rasulullah
saw, saat itu beliau memakai selimut dari daerah Najran yang ujungnya
sangat kasar. Tiba-tiba ia ditemui seorang Arab dusun. Tanpa basa basi,
laki-laki dusun itu langsung menarik selimut kasar Rasulullah saw itu
keras-keras sehingga aku melihat bekas merah di pundak Rasulullah saw.
Laki-laki dusun tersebut berkata, ‘Suruh orang-orangmu untuk memberikan
harta Allah kepadaku yang kau miliki sekarang.’ Rasulullah saw lalu
berpaling kepada laki-laki tadi. Sambil tersenyum, beliau bersabda,
‘Berilah laki-laki ini makanan apa saja’.” (HR Bukhari)
Lihatlah betapa Nabi Muhammad senantiasa menebarkan senyumnya dalam
setiap perjalanan dakwah beliau. Dan dengan senyum itulah, tak terhitung
sudah hati yang tersentuh olehnya. Tak terhitung sudah kesombongan yang
telah luluh karenanya. Tak terhitung sudah jiwa yang senantiasa
merindukannya.
Dengan senyum hangatnya itulah Nabi Muhammad saw
telah banyak menyentuh hati para sahabat, isteri-isteri, dan para
pengikutnya. Dan dengan senyum itu pulalah dakwah beliau terus merangsek
ke setiap jengkal bumi Allah swt.
Bahkan mengenai senyum ini
Nabi Muhammad saw telah bersabda, "Senyummu di depan saudaramu adalah
sedekah." Hadits Riwayat At Tirmidzi dalam sahihnya.
Demikian
Nabi Muhammad saw telah menggambarkan kepada kita mengenai arti
pentingnya senyum dalam kehidupan manusia. Dan sebagai umatnya, kenapa
kita tidak berusaha untuk mengikuti jejak beliau yang satu ini?
Menjalani kehidupan ini dengan selalu tersenyum. Dan berjuang dalam
dakwah Islam inipun tanpa melupakan senyum.
Hiasi perjuangan
dakwah Islam kita dengan senyum yang hangat, karena senyum itulah yang
pertama kali akan menyentuh hati saudara-saudara kita. Hilangkan
kekarasan dan wajah masam dari dakwah kita yang justru akhirnya akan
membuat mereka lari dari ajakan kita, dan bahkan membenci kita.
Mari, kita menjaring umat dengan senyum yang senantiasa tersemat!
“Dan sesunguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al Qalam: 4)
Komentar
Posting Komentar