True Love In Ramadhan

Awan-Awan telah menyatu membentuk gugusan hitam. Sebelum kemudian mengguyurkan air ke bumi, lebat dan deras. Kilat dan petir bertalu-talu bergilir meggetarkan hati yang mendengarnya. Membuat suasana siang itu menjadi gelapdan dingin.  Fana yang berteduh ditoko pinggir jalan tampak menggigil kedinginan. Jilbab dan seragam SMA nya sudah basah oleh air, kalau saja tidak ingat ada rapat redaksi untuk penerbitan mading edisi Ramadhan Fana lebih memilih untuk tidak basah-basahan seperti sekarang. Sudah setengah jam Fana berteduh namun awan sama sekali tidak berpihak padanya hujan siang itu semakin deras. Dua orang yang tadi berteduh bersamanya sudah dapat ojeg payung dari rumah untuk pulang, kini tinggal Fana sendirian. “Sambutan Ramadhan yang haru, semoga bukan alamat buruk,” batinnya. Tapi mau tidak mau Fana memaksakan pulang, karena kalau nunggu hujan sampai reda bisa lama banget.  Sesampai dirumah Fana segera menuju kamar mandi. Basah air hujan hanya akan menyisakan gigil dan pusing jika tidak segera diguyur air bersih dari kamar mandi. Paling tidak sebelum Fana menyelesaikan kembali tulisannya Fana sudah merasa segar. Setelah mandi Fana merebahkan tubuhnya ditempat tidur sambil membaca ulang tulisannya, tiba-tiba Hp-nya bergetar, ada SMS masuk dari Azmi isinya :  “Eh, wawancara udah selesai nih, teksnya aku kasih besok. Gimana dapat korannya?”  Oh ya ampun korannya!! Fana meraih tasnya dan mengeluarkan semua isi tas itu, semua basah buku, tempat pensil, baju olahrga dan korannya #$@%$&*^....?? Fiuh !! untung pakai kresek. Fana tersenyum dengan senyum yang tidak seorang pun tahu artinya, hanya Allah yang tahu arti senyuman itu. Fana membalas pesan Azmi  “Siip! Dapat dong.”  Dengan senyum yang masih teruai Fana kembali sibuk dengan tulisannya. Sesaat Fana menatap keluar jendela kamarnya, terlihat hujan masih belum juga reda dan seakan larut dalam nyanyian awan, pipi Fana pun ikut tersiram hujan dari matanya yang semakin lama semakin deras.  “Kamu tidak disini lagi.” Lirihnya.  Fana mengalihkan pandangan kesebuah pigura yang terpajang diatas meja belajarnya. Terpampang wajah seorang laki-laki yang memembuat Fana tertunduk lesu. Fauzar adalah seseorang yang merupakan sosok ayah, ibu, kakak, teman bahkan sahabat yang baik untuk Fana. Yang telah mengajarkan Fana ketegaran yang membuatnya kuat sampai saat ini. Namun semua seakan datang dan pergi dengan cepat. Kini tidak ada lagi sosok itu, laki-laki yang kataya mencintai Fana itu hilang seperti ditelan bumi. Sudah hampir satu bulan tidak ada lagi kabar dari Fauzar, dia hilang ‘ntah kemana dengan tidak memberikan alasan apapun.  “Apa salahku?” ucap Fana tersedu. Dddrrrggt.. Dddrrrggt.. Dddrrrggt.. hp Fana bergetar lagi, ada balasan dari Azmi :  “Kena hujan gak? Eh, jangan sedih terus ya! Ada aku disini OK! J”  Kata-kata Azmi membuat Fana sedikit lebih tenang. Mungkin kini hanya Azmi satu-satunya orang yang bisa mengerti Fana. Bahkan Fana tidak pernah segan berbagi cerita apapun pada Azmi termasuk soal Fauzar yang juga teman dekat Azmi. Fana mulai mengatur nafas, menghapus air matanya dan memastikan airmata itu  tidak keluar lagi. “Aku tidak boleh menyambut Ramadhan dengan uraian airmata, aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan dijauhkan dari api neraka-Nya”  Fana membalas pesan Azmi :  “Nggak untung pake plastik. Iya Az, makasih ya! Semoga Allah membalas mu dengan kebaikan.”  Azmi menjawab.  “Syukur deh. Kembali kasih. Amiin Aku yakin Allah punya rencana indah untukmu di bulan Ramadhan. Maafin Fauzar ya!”  Fana jawab.  “Iya Az Amiin. Gak apa-apa it’a OK.”  Dialog terputus, Fana mematikan Hpnya. Hari sudah mulai sore, ada waktu satu jam untuk istirahat ssebelum ashar. Nanti malam adalah sholat terawih yang pertama Fana tidak mau terkantuk-kantuk saat terawih nanti. Fana pun terlelap dalam mimpinya. Melupakan semua masalah rumit hatinya. [ .. ]  Beberapa hari kemudian..  Malam itu fana merasakan hal yang beda sekali dari biasanya. Fana merasa begitu dekat sekali dengan Yang Maha Pencipta. Langit pun tampak bersinar oleh cahaya bulan dimalam ke-14 itu yang menggambarkan kuasa agung Sang Pencipta. Sepulang terawih sekitar pukul 20.05 Fana mendapat SMS dari seseorang yang ternyata adalah Fauzar, dengan penuh tanda Tanya Fana membaca isinya :    “Seekor burung yang cantik dengan bulu indah berwarna putih, namun sayang dia selalu murung seperti ada masalah, dia terkurung dalam sebuah sangkar. Pada suatu hari sangkar berkata:  ^Pergilah engkau aku takkan menahanmu lagi. Biarlah sayapmu terbentang indah denga senyuman ceria, pergilah burungku yang cantik jangan siksa dirimu! Jadilah apa yang kau inginkan, aku takkan menahanmu lagi. Biarkan sangkar ini terbuka dengan lebar untuk ikhaskan dirimu.^”   Tubuh Fana seketika lemas kakinya tak mampu menompang lagi tubuhnya sehingga Fana terpuruk dilantai kamarnya. Wajahnya memerah, matanya tampak tegar menahan airmata.  “Apa arti semua ini?” batinnya. Dengan hati yang tidak menentu Fana membalas SMS itu untuk meminta penjelasan. Mereka berdialog lewat SMS.  “Apa maksud kamu?”  “Maafin aku NA. Aku harus pergi. Aku akan pergi jauh sekali dan aku tidak tahu kapan aku kembali.”  “Kenapa? Untuk apa? Apa aku salah?”  “Nggak Na, kamu gak salah cuma …. Aku butuh ketenangan.”  “Apa keberadaan aku bikin kamu gak tenang? Apa aku jadi beban buat kamu?” airmata Fana semakin deras  “Bukan begitu NA. gak tahu kenapa disekolah aku gak bias focus belajar . aku kepikiran kamu terus.”  “Zar, apa aku pernah minta kamu buat mikirin aku? Nggak. Apa aku pernah nuntut kamu untuk ini itu? Ngga. Aku cuma pernah minta satu dari kamu JANGAN PERNAH KECEWAIN AKU.”  “Iya Na. maaf ya aku udah kecewain kamu. Tapi aku harus pergi. Satu pesan aku jaga diri kamu baik-baik aku juga pasti jaga kamu meskipun dari jauh, sekali lagi aku mohon maaf.”  “Baik, kalau itu mau kamu aku minta maaf kalau selama ini aku banyak ngebebanin kamu.”  “Iya, ya udah gak apa-apa Na. Udah istirahat gih! Selamat istirahat I LOVE YOU.”  Salam perpisahan itu membuat Fana tidak bias membendung airmatanya. “Ya Allah seperti ini kah cinta yang ku rasakan dari hamba-Mu??” lirihnya tersedu-sedu. “Pantaskah Ya Allah aku menangisi semua ini?” airmata seakan tak ingin berhenti menemaninya malam itu. Kebahagiaan yang begitu singkat saat Fana terus saja sakit-sakitan. Lukanya seakan perih tergores duka. Angin malam seakan meyakinkan Fana bahwa cinta kini tak disini lagi. Bulan berjalan semakan semakin jauh dari bintang, bahkan langit ikut merasakan apa yang dirasakan Fana hingga meneteskan air mata yang deras membasahi bumi.  Malam yang penuh air mata itu kini telah berlalu, hari-hari Fana jauh berbeda dari sebelumnya, Fana lebih senang berlama-lama di sekolah, dia menyibukkan diri dengan karya-karya tulisnya. Rekan-rekan tim redaksi pun khawatir pada perubahan sikap Fana. Azmi yang juga tim redaksi merasa khawatir pada kondisi Fana, tapi Azmi belum berani menegur Fana. Azmi paham Fana butuh waktu untuk mengembalikan suasana hatinya. Azmi tau kejadian malam itu, Karena tepat setelah Fauzar SMS Fana Fana menelepon Azmi untuk berbagi cerita. Suatu hari Azmi memberanikan diri  menegur Fana mewakili rekan-rekan yang lain dipertemuan terakhir redaksi sebelum libur lebaran. Ketika Fana sibuk di depan layar computer dengan tulisan-tulisannya Azmi duduk disamping Fana.  “Ada apa ? siapa ?” tanya Fana tanpa melirik sedikit pun.  “Ini aku Azmi,” Fana pun menghentikan jarinya dan menatap Azmi yang duduk manis disampingnya.  “Fana, sampai kapan sih kamu bakal kayak gini terus?” Tanya Azmi dengan nada yang cukup membuat orang-orang yang ada di ruangan itu terpusat pada mereka.  “sssttt…. Azmi, suaranya bisa dipelanin gag sih ??”.  “Fana sikap kamu sekarang bikin kami khawatir, bisa gak sih kamu bersifat kayak dulu lagi ? mana kamu yang ceria, selalu tersenyum, kami kangen kamu yang dulu, kami kangen canda tawa kamu.”  Fana yang tertunduk memberanikan untuk menatap Azmi dan rekan-rekan di sekelilingnya. Tampak mata-mata yang peduli padanya.  “Azmi, apakah aku egois?”  “Iya, kamu egois pada diri kamu sendiri, kamu gak mikirin kondisi kesehatan kamu sendiri, kamu terlalu memforsir diri sendiri. Ingat Allah tidak suka yang berlebihan !”.  Fana terdiam seribu bahasa, air matanya bercucuran. Ditatapnya kembali Azmi, yang menatapnya penuh peduli, binary mata Azmi memberi Fana beribu semangat yang benar-benar membuat hatinya bengkit. Fana tersenyum haru. Azmi menyambutnya dengan rangkulan yang membuat Fana benar-benar tegar dan lapang. Adegan itu  membuat rekan-rekan lainnya ikut merangkul Fana, memberikan kekuatan yang besar untuk Fana.  Sore harinya, dimalam ke-23 Fana beritikaf di mesjid. Dari ba’da ashar. Fana tadarus bersama teman-teman ngajinya sampai tiba waktu buka. Ba’da magrib Fana berdzikir memuji asma-asma Allah bersholawat terus hingga air matanya terjatuh. Fana larut dalam dekapan-Nya, dirasanya Allah begitu dekat, belaian-Nya begitu lembut, indah dan damai. Fana memejamkan mata dengan hati berdo’a :  “Ya allah terima kasih atas waktu yang telah Kau beri, hingga hamba ada dalam perjalanan hidup ini. Terima kasih atas nikmat dalam setiap langkah yang hamba tempuh. Ya Robb, ijinkan hamba berjalan, dan terus berjalan mengikuti sorot cahayaMu. Hamba yakin  Engkau akan selalu ada dalam setiap perjalanan hamba dalam do’a hamba, kehidupan hamba bahkan dalam hati hamba sekalipun. Jadikanlah senyuman ini sebagai ungkapan rasa syukur untukMu. Kulabuhkan semua rindu, cinta, napas, sedih, senang dan semuanya kepadaMu wahai Tuhan yang Maha Pencipta Cinta, Karena hamba yakin cintaMu bukan cinta biasa”.  Begitulah dibulan yang suci ini Fana menemukan cintaNya, cinta yang akan selalu ada untuknya, cinta yang tak akan pernah pergi, cinta yang tak akan terbagi, cinta yang hakiki. Yang akan Fana bawa sampai kehidupan yang abadi, yaitu cinta sang Illahi J

Komentar

Postingan Populer